Sampai akhirnya
saya tersadar, hampir setiap dari mereka yang sempat berbagi nasib denganku
mempunyai panggilan khusus untuk menyapaku. Tidak heran jika ada nomor kontac
baru mengirim sms yang isinya cuma “Milk...”, sontak saya langsung bisa menebak
siapa pengirimnya. Dari situ kadang saya merasa tergelitik. Iya, tergelitik
untuk membicarakan fenomena alam yang disebut “NAMA”.
Sebagian orang
mungkin masih asik berseraya dengan selogan “apalah arti sebuah nama”.
“That which we call a rose by any other name, would smell as sweet”
dalih mereka. Kalimat tersebut sebetulnya tidak lebih dari serpihan bait teks
drama yang dicetuskan oleh pujangga kelas kakap asal Eropa, William Shakespeare
ketika ia menciptakan roman “Romeo & Juliet”. Dibandingkan dengan
keseluruhan pesan yang ingin disuguhkan dalam kisah tersebut, kalimat “apalah
arti sebuah nama” sesungguhnya tidaklah terlalu menyimpan arti suatu apa. Masih
banyak kalimat lebih keren lainnya termaktub dalam sederet teks drama “Romeo
& Juliet” yang disebut-sebut sebagai drama abadi sepanjang masa. Maka
sangat mengherankan sekali jika secuil kalimat itu yang malah muncul ke
permukaan dan jadi amat mendunia. Ironisnya lagi ketika banyak orang keliru
dalam menginterpretasikannya atau memang sengaja menggunakannya sebagai dalil untuk
melegitimasi kengawuran mereka.
Hal yang
selintas terkesan sepele ini ternyata tidak lantas luput dari perhatian Islam. Banyak
ayat maupun hadis yang mengisyaratkan betapa tinggi urgensitas makna dari
seucap nama. Selain itu, tak sedikit pula riwayat telah menceritakan bahwa Rasulullah
memiliki kebiasaan unik yakni mengganti beberapa nama sahabat. Mengganti disini
tidak asal ganti tentunya, tapi mengganti dengan nama yang lebih baik ejaan dan
kandungan maknanya. Salah satunya yaitu peristiwa yang diceritakan oleh Sa’id
bin al-Musayyib;
Di suatu ketika kakeknya
yang bernama Hazan (red. sedih) pernah datang mengunjungi Nabi.
“Siapa namamu?”
sapa Nabi
“nama saya
Hazan” Timpalnya
“Tidak, namamu
adalah Sahl (red. kemudahan)” sergah Nabi
“Saya tidak akan mengganti nama yang telah
diberikan ayahku.” Ngeyelnya
Said meneruskan
“setelah itu kakek selalu kelihatan seperti orang yang sedih di tengah-tengah
kami”. (Shahih al-Bukhari/Kitabu al-Adab/Bab Taghyiru al-Asma’ al-Qabih/Hadis
Nomor 4205).
Sudah selaiknya bagi
seorang muslim yang menggantungkan harap di setiap lakunya, menganggap nama
bukan sekedar labelisasi tanpa arti yang fungsinya hanya untuk membedakan
individu satu dengan lainnya. Lebih jauh dari itu, seorang muslim percaya bahwa
nama tak ubahnya selantun do’a yang disematkan pada seseorang dari sejak ia lahir
dan untuk selamanya. Sebagaimana Rasul mensabdakan bahwa di Akhir Hari nanti,
Allah akan memanggil setiap dari kita dengan nama kita dan nama ayah kita
masing-masing. Nama adalah barisan huruf sakral yang menyimpan ribuan cerita
dari si empunya. Lalu bagaimana bisa masih ada orang mempertanyakan apalah arti
sebuah nama?
Selain sebagai
doa, bagiku nama adalah harga (ketahuan dah matrenya haha). Kau bisa mengukur
kedalaman sebuah hubungan hanya dengan memperhatikan nama panggilan yang saling
disematkan di dalamnya. Terlepas apakah panggilan itu diambil dari nama asli
atau hanya sebutan bebas aturan.
Saya sangat percaya,
beberapa panggilan khas akan memberi kesan berbeda disetiap penyebutannya. Mungkin
karenanya dalam hal ini saya dengan Nabi memiliki kebiasaan yang serupa, yakni
suka mengganti-ganti nama sahabat. Meskipun mungkin dijiwai dengan semangat
yang tidak sama. Nabi mengganti nama sahabat dengan tujuan membaguskan makna,
kalo saya mengganti nama beberapa sahabat dengan tujuan mencari keunikan
berbeda dari masing-masing untuk disepakati bersama.
Sebenarnya tidak
serumit kedengarannya. Panggilan se-nyeleneh apapun, selama mereka tidak protes
dengan panggilan khusus yang saya berikan, kuanggap mereka ikhlas-ikhlas saja
menerimanya. Ya sebagaimana keihlasanku menerima panggilan-panggilan khas dari
mereka. Dari yang manggil qumil, qum, muk, u-mild (baca: yumail), yumil, yumm, bos,
nduk, ka’umjel, kim, bo, syung, umint, mil, mill (with double L), milll (with
triple L), sampai ada yang ngasih panggilan cuma dengan satu huruf “N...”. hahaha
whatever, kuanggap sapaan-sapaan itu sebagai gelar istimewa yang tidak bisa
didapati dimana-mana kecuali dari mereka sahabat-sahabat terbaikku.
Gaes... untuk
kalian, sudah kusediakan satu laci besar dalam ruang hatiku. Disanalah ku simpan
dan ku tata rapi nama-nama kalian satu persatu. Sambil berharap-harap semoga dengan
rahman dan rahiim-Nya kelak kita dapat kesempatan reunian di syurga. Lalu
dengan wajah tanpa dosa kita saling menyapa dengan panggilan khas yang sama
ketika kita masih menggalau di dunia. Dunia yang segala perjuangannya
menjadikan kita rela hidup berjauh-jauhan. Hahaha baik-baik deh di dunia! Agar
secepatnya kita bisa saling sapa di syurga dan nama keren kita pun bisa
menggema-gema di sana. Aamiin...
Asrama PUTM Pi
26.04.15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar