Jumat, 03 Juli 2015

NAMA ADALAH HARGA


Sampai akhirnya saya tersadar, hampir setiap dari mereka yang sempat berbagi nasib denganku mempunyai panggilan khusus untuk menyapaku. Tidak heran jika ada nomor kontac baru mengirim sms yang isinya cuma “Milk...”, sontak saya langsung bisa menebak siapa pengirimnya. Dari situ kadang saya merasa tergelitik. Iya, tergelitik untuk membicarakan fenomena alam yang disebut  “NAMA”.
Sebagian orang mungkin masih asik berseraya dengan selogan “apalah arti sebuah nama”. “That which we call a rose by any other name, would smell as sweet” dalih mereka. Kalimat tersebut sebetulnya tidak lebih dari serpihan bait teks drama yang dicetuskan oleh pujangga kelas kakap asal Eropa, William Shakespeare ketika ia menciptakan roman “Romeo & Juliet”. Dibandingkan dengan keseluruhan pesan yang ingin disuguhkan dalam kisah tersebut, kalimat “apalah arti sebuah nama” sesungguhnya tidaklah terlalu menyimpan arti suatu apa. Masih banyak kalimat lebih keren lainnya termaktub dalam sederet teks drama “Romeo & Juliet” yang disebut-sebut sebagai drama abadi sepanjang masa. Maka sangat mengherankan sekali jika secuil kalimat itu yang malah muncul ke permukaan dan jadi amat mendunia. Ironisnya lagi ketika banyak orang keliru dalam menginterpretasikannya atau memang sengaja menggunakannya sebagai dalil untuk melegitimasi kengawuran mereka.
Hal yang selintas terkesan sepele ini ternyata tidak lantas luput dari perhatian Islam. Banyak ayat maupun hadis yang mengisyaratkan betapa tinggi urgensitas makna dari seucap nama. Selain itu, tak sedikit pula riwayat telah menceritakan bahwa Rasulullah memiliki kebiasaan unik yakni mengganti beberapa nama sahabat. Mengganti disini tidak asal ganti tentunya, tapi mengganti dengan nama yang lebih baik ejaan dan kandungan maknanya. Salah satunya yaitu peristiwa yang diceritakan oleh Sa’id bin al-Musayyib;
Di suatu ketika kakeknya yang bernama Hazan (red. sedih) pernah datang mengunjungi Nabi.
“Siapa namamu?” sapa Nabi
“nama saya Hazan” Timpalnya
“Tidak, namamu adalah Sahl (red. kemudahan)” sergah Nabi
 “Saya tidak akan mengganti nama yang telah diberikan ayahku.” Ngeyelnya
Said meneruskan “setelah itu kakek selalu kelihatan seperti orang yang sedih di tengah-tengah kami”. (Shahih al-Bukhari/Kitabu al-Adab/Bab Taghyiru al-Asma’ al-Qabih/Hadis Nomor 4205).
Sudah selaiknya bagi seorang muslim yang menggantungkan harap di setiap lakunya, menganggap nama bukan sekedar labelisasi tanpa arti yang fungsinya hanya untuk membedakan individu satu dengan lainnya. Lebih jauh dari itu, seorang muslim percaya bahwa nama tak ubahnya selantun do’a yang disematkan pada seseorang dari sejak ia lahir dan untuk selamanya. Sebagaimana Rasul mensabdakan bahwa di Akhir Hari nanti, Allah akan memanggil setiap dari kita dengan nama kita dan nama ayah kita masing-masing. Nama adalah barisan huruf sakral yang menyimpan ribuan cerita dari si empunya. Lalu bagaimana bisa masih ada orang mempertanyakan apalah arti sebuah nama?
Selain sebagai doa, bagiku nama adalah harga (ketahuan dah matrenya haha). Kau bisa mengukur kedalaman sebuah hubungan hanya dengan memperhatikan nama panggilan yang saling disematkan di dalamnya. Terlepas apakah panggilan itu diambil dari nama asli atau hanya sebutan bebas aturan.
Saya sangat percaya, beberapa panggilan khas akan memberi kesan berbeda disetiap penyebutannya. Mungkin karenanya dalam hal ini saya dengan Nabi memiliki kebiasaan yang serupa, yakni suka mengganti-ganti nama sahabat. Meskipun mungkin dijiwai dengan semangat yang tidak sama. Nabi mengganti nama sahabat dengan tujuan membaguskan makna, kalo saya mengganti nama beberapa sahabat dengan tujuan mencari keunikan berbeda dari masing-masing untuk disepakati bersama.
Sebenarnya tidak serumit kedengarannya. Panggilan se-nyeleneh apapun, selama mereka tidak protes dengan panggilan khusus yang saya berikan, kuanggap mereka ikhlas-ikhlas saja menerimanya. Ya sebagaimana keihlasanku menerima panggilan-panggilan khas dari mereka. Dari yang manggil qumil, qum, muk, u-mild (baca: yumail), yumil, yumm, bos, nduk, ka’umjel, kim, bo, syung, umint, mil, mill (with double L), milll (with triple L), sampai ada yang ngasih panggilan cuma dengan satu huruf “N...”. hahaha whatever, kuanggap sapaan-sapaan itu sebagai gelar istimewa yang tidak bisa didapati dimana-mana kecuali dari mereka sahabat-sahabat terbaikku.
Gaes... untuk kalian, sudah kusediakan satu laci besar dalam ruang hatiku. Disanalah ku simpan dan ku tata rapi nama-nama kalian satu persatu. Sambil berharap-harap semoga dengan rahman dan rahiim-Nya kelak kita dapat kesempatan reunian di syurga. Lalu dengan wajah tanpa dosa kita saling menyapa dengan panggilan khas yang sama ketika kita masih menggalau di dunia. Dunia yang segala perjuangannya menjadikan kita rela hidup berjauh-jauhan. Hahaha baik-baik deh di dunia! Agar secepatnya kita bisa saling sapa di syurga dan nama keren kita pun bisa menggema-gema di sana. Aamiin...
Asrama PUTM Pi 26.04.15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar